December 3, 2015

Pilkada Serentak, Suasana Pestanya Belum Terasa

Warga Sambut Dingin Pilkada, Suasana Pestanya Tidak Terasa

Pemilihan kepala daerah di Kota Depok dan Kota Tangerang Selatan tinggal sepekan lagi. Namun, penyelenggaraan perhelatan pesta demokrasi serentak ini tidak mendapat sambutan hangat dari masyarakat. Sebagian warga menyatakan sosialisasi masih amat kurang. "Sepi sekali. Warga di sini sampai bertanya, jadi enggak pilkadanya," kata Abdulah (52), warga Kampung Utan, Kelurahan Cempaka Putih, Kecamatan Ciputat Timur, Rabu (2/12).

Padahal, Airin Rachmi Diany, salah satu calon wali kota, beberapa waktu lalu sudah pernah sosialisasi di Kampung Utan. Abdulah mengatakan, di permukiman sekitar tempatnya sama sekali tidak ada poster, spanduk, atau stiker para pasangan calon yang akan bertanding merebut kursi wali kota dan wakil wali kota. Tiga pasang calon wali kota dan wakil wali kota Tangsel itu adalah Ikhsan Modjo-Li Claudia Chandra; Arsid-Elvier Ariadiannie Soedarto Poetri; dan Airin Rachmi Diany-Benyamin Davnie.

"Spanduk, umbul-umbul, dan stiker hanya dipasang di sekitar kelurahan, kecamatan, dan beberapa titik di pinggir jalan raya. Itu pun jumlahnya sangat terbatas," cerita Abdulah.Suasana pilkada kali ini, ujar pegawai swasta tersebut, jauh berbeda dengan pilkada sebelumnya. Menjelang pilkada, biasanya tukang becak, ojek, dan pemulung panen kaus bergambar pasangan calon. Sekarang, hanya sebagian kecil dari mereka yang mendapat kaus kampanye. Doddy (33), warga Perumahan Manggis Terrace, Pondok Kacang, juga merasakan hal sama. "Kalau lagi kumpul warga, kami sering ngobrol, kok, kali ini masa kampanye panjang, tapi suasananya sepi," ujar Doddy.

Hanya boleh KPU


Ali Irfan (36), warga Kompleks Cendana Residence, Ciputat Timur, yang juga Ketua Jaringan Pemilih Tangerang Selatan (JPTS), menjelaskan, sepinya suasana kampanye akibat perubahan regulasi pilkada yang membatasi sosialisasi hanya oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD). Aturan ini membatasi ruang gerak pasangan calon untuk melakukan sosialisasi, khususnya di ruang terbuka. Hal ini sangat mengkhawatirkan karena bisa berdampak pada rendahnya partisipasi warga untuk ikut serta dalam pesta demokrasi ini.

Dalam Diskusi Jelang Pilkada yang diselenggarakan PWI Tangerang Selatan bekerja sama dengan KPU Tangerang Selatan, Senin (30/11), calon wali kota Tangerang Selatan nomor urut 2, Arsid, pun mengeluh. "Bagaimana tidak sepi, kami terbatas bergerak sosialisasi karena alat peraga disediakan KPU. Kampanye sudah dimulai akhir Juli, tetapi alat peraga baru ada dan dipasang sebulan terakhir. Itu pun jumlahnya sangat terbatas," ujar Arsid.

Ikhsan dan Airin menyatakan mereka akan memaksimalkan sisa masa kampanye untuk menggenjot sosialisasi pilkada dan program kerja mereka. Dalam kampanye terbuka pasangan nomor 1 Pilkada Kota Depok, Dimas Oky Nugroho-Babai Suhaimi, sebagian peserta meninggalkan Lapangan Irekap, Cilodong, sebelum acara selesai. Acara yang dimulai pukul 10.00 tersebut awalnya diperkirakan akan diikuti sekitar 7.000 orang.

Peserta kampanye juga tidak terlalu banyak membawa atribut kampanye Dimas-Babai. Maruarar Sirait dari PDI-P, salah satu partai pendukung Dimas-Babai, di Depok, mengatakan, kampanye sekarang ini memang tidak perlu terlalu ingar-bingar dengan massa dan atribut kampanye. "Yang penting kualitas komunikasi dan program kerjanya. Sekarang banyak media sosial yang bisa digunakan untuk kampanye dan efektif menjangkau banyak orang," katanya.

Menurut Wakil Kepala Polda Metro Jaya Brigjen (Pol) Nandang Jumantara, Polresta Depok sudah menggelar pasukannya di titik-titik kerawanan dari titik rawan kemacetan lalu lintas sampai rawan konflik. Cara bertindaknya pun untuk mengatasi atau mencegah terjadi kemacetan dan konflik serta sudah sesuai dengan standar prosedur tetap Polri.

Ia menambahkan, Polda Metro sudah memetakan situasi kamtibmas Depok dan Tangerang Selatan yang termasuk dalam bagian pilkada serentak 2015. Situasi dua wilayah tersebut masih bagus dan bisa dikendalikan. Isu-isu akan adanya gangguan kamtibmas, terkait terorisme, memang berembus. Namun, sampai sejauh ini, tidak ada indikasi ke arah terjadinya hal itu. "Pemungutan suara pada 9 Desember pasti terlaksana. Kami sudah siap menghadapi (ancaman gangguan) itu. Semua masih terkendali. Kami sudah deteksi, sudah kami eliminasi," katanya. ( Sumber : Warga Sambut Dingin Pilkada,RTS/PIN; Kompas 3 Des 2015)


November 13, 2015

Turnbull Ingin Ikut "Blusukan", Jokowi’s Style Leadeship

Turnbull Ingin Ikut "Blusukan", Jokowi’s Style Leadeship

Di tengah kunjungannya ke Indonesia, Kamis (12/11), Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull ingin ikut Presiden Joko Widodo blusukan ke Pasar Tanah Abang, Jakarta. Turnbull ingin belajar mengenai gaya baru kepemimpinan Jokowi saat menemui rakyat. Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull melayani permintaan selfie dari warga saat mengunjungi Blok A Pasar Tanah Abang, Jakarta, Kamis (12/11). Kunjungan PM Australia itu untuk membicarakan kerjasama  diantaranya  investasi, dan penanggulangan terorisme.


Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull melayani permintaan selfie dari warga saat mengunjungi Blok A Pasar Tanah Abang, Jakarta, Kamis (12/11). Kunjungan PM Australia itu untuk membicarakan kerjasama diantaranya investasi, dan penanggulangan terorisme. Kepala Sekretariat Presiden Darmansjah Djumala mengatakan, sebelum kedatangan Turnbull bersama istrinya, Lucy, ke Indonesia, Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul Grigson menanyakan kemungkinan Presiden Jokowi dapat mengagendakan acara blusukan ke sebuah pasar di Jakarta.

"Menurut Dubes Paul, Turnbull ingin belajar a new style lea- dership dari Presiden Jokowi saat blusukan. Gaya baru kepemimpinan dengan blusukan tak sekadar bertemu rakyat, tetapi bagaimana mendengar masukan rakyat sebelum ambil keputusan," ujar Djumala kepada Kompas.Menurut mantan Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh RI untuk Polandia itu, saat disampaikan kepada Presiden, Jokowi sempat bertanya, "Apakah Pak Turnbull mau ke pasar becek atau apa pasar kering?" Blusukan akhirnya diputuskan ke Pasar Tanah Abang.

Dengan masih mengenakan setelan jas, seusai bertemu empat mata, pertemuan bilateral, serta santap siang di Istana Merdeka, Jokowi dan Turnbull menuruni anak tangga Istana ke mobil kepresidenan RI 1 menuju Tanah Abang. "Peristiwa ini sangat jarang terjadi, ada dua kepala pemerintahan di mobil RI 1," kata Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden Bey T Machmudin dalam siaran persnya.

Setelah tiba di lobi Blok A Pasar Tanah Abang, Jokowi dan Turnbull keluar dari mobil yang disambut ratusan pengunjung. Tanpa diduga, Turnbull mengeluarkan telepon selulernya dan mengajak Jokowi ber-selfie. Tak ayal, ratusan pengunjung yang memperhatikan keakraban keduanya segera bertepuk tangan. Selanjutnya, keduanya berkeliling di lantai dasar dan masuk ke beberapa toko di pusat tekstil terbesar di Asia Tenggara. Kunjungan Jokowi dan Turnbull diakhiri dengan keterangan pers.

Tak bisa dihindari Sementara itu, dalam pernyataan pers di Istana Merdeka, Turnbull menyatakan, pemerintahnya menaruh kebanggaan kepada Indonesia karena dapat menjaga hubungan baik selama 70 tahun. Australia yang mendukung kemerdekaan RI kemudian melanjutkan kerja sama di berbagai bidang. Jokowi menyampaikan rasa terima kasih atas bantuan Australia dalam penanganan kebakaran hutan beberapa waktu lalu. "Kedekatan kedua negara merupakan fakta yang tak bisa dihindari. Semakin dekat lokasi Indonesia dengan Australia, semakin tinggi intensitas hubungan kedua negara. Namun, kedekatan itu kerap memunculkan berbagai potensi gesekan sebagai negara bertetangga," ujar Presiden.

(ndy/nut/har/* sumber : kompas, 13 november 2015)

October 24, 2015

Pilkada Serentak Digelar Antara 2-9 Desember 2015

Pilkada Serentak Digelar Antara 2-9 Desember 2015

Komisi Pemilihan Umum (KPU) telah membuat ancar-ancar pelaksanaan pemilihan kepala daerah serentak pada tahun ini. Dari perkiraan KPU, pemungutan suara pilkada dilaksanakan antara 2-9 Desember 2015. Anggota KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, pihaknya telah menyiapkan dua skenario jadwal pilkada serentak 2015.  “Terkait harinya masih belum diputuskan. Antara tanggal 2 atau 9 Desember 2015.  Tapi kami (KPU, red) sudah menyusun sepuluh rancangan Peraturan KPU terkait pelaksanaan pilkada,” ujarnya di Jakarta,  Selasa (24/2).

Menurut Ferry, pemilihan tanggal pelaksanaan didasarkan beberapa faktor. Di antaranya, sebagian besar masyarakat Indonesia di kawasan Indonesia bagian timur merayakan Natal. Karena itu, KPU meyakini pelaksanaan pilkada lebih baik dilaksanakan awal bulan Desember sehingga tidak terganggung libur nasional perayaan Natal dan tahun baru. “Kalau tidak salah beberapa waktu lalu Kabupaten Sitaro (Kepulauan Siau Tagulandang Biaro) di Provinsi Sulawesi Utara, menggelar pilkada pada 9 Desember. Nah itu mungkin bisa menjadi acuan kami dalam menghitung proses rekapitulasi suara, apakah bertabrakan dengan Natal. Jadi harus benar-benar kami perhitungkan,” katanya.

Sementara anggota KPU lainnya, Hadar Nafis Gumay mengatakan penyelenggara pemilu membutuhkan waktu sekitar 2-3 bulan untuk menyusun sepuluh rancangan Peraturan KPU terkait pelaksanaan pilkada. Artinya, jika dihitung sejak penetapan revisi UU Nomor 1 Tahun 2015, yang baru disahkan awal Februari, maka paling cepat tahapan pilkada serentak baru dapat dimulai sekitar Mei atau Juni mendatang. “Sekitar dua sampai tiga bulan setelah diundangkan, kami bisa mulai melaksanakan tahapan pilkada.  Perkiraannya April sudah tuntas semua peraturan dan sosialisasi, kemudian Mei atau Juni tahapan pilkada bisa mulai dilaksanakan,” katanya. Sumber :www.jpnn.com


Lazada Indonesia

October 5, 2015

Alasan MK Perbolehkan Calon Tunggal Tetap Ikut Pilkada0



Alasan MK Perbolehkan Calon Tunggal Tetap Ikut Pilkada

Mahkamah Konstitusi memutuskan memperbolehkan daerah dengan calon tunggal untuk tetap melaksanakan pilkada serentak. Ada beberapa alasan yang menjadi pertimbangan hakim dalam menguji Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota."MK tidak bisa membiarkan pelanggaran hak konstitusional rakyat. MK juga tidak akan membiarkan norma yang tidak sesuai undang-undang, apalagi bila tersangkut dalam kedaulatan rakyat yang berdampak gangguan pada pemerintahan daerah," ujar Hakim I Dewa Gede Palguna, saat membaca pertimbangan hakim, di Gedung MK, Selasa (29/9/2015).
Lazada Indonesia
Pertama, MK berpandangan bahwa pemilhan kepala daerah adalah pelaksanaan keadulatan rakyat untuk memilih kepala daerah secara langsung dan demokratis. Dengan demikian, pemilihan kepala daerah haruslah menjamin terwujudnya kekuasan tertinggi di tangan rakyat. Prinsip pemilihan menunjukan harus terciptanya sebuah kontestasi.
Dalam hal ini, penyelenggara pilkada harus menjamin tersedianya ruang bagi rakyat yang mencakup hak untuk dipilih dan memilih. Maka, pemilihan dalam kontestasi yang demokratis tidak boleh ditiadakan.Dalam pertimbangannya, hakim menilai rumusan dalam norma UU Pilkada secara sistematis menunjukan bahwa pembentuk undang-undang menginginkan kontestasi berlangsung dengan setidaknya ada lebih dari satu pasangan calon. Namun, semangat kontestasi tersebut tidak disertai solusi saat terjadi kondisi hanya ada satu pasangan calon.

"Maka akan ada kekosongan hukum dan berakibat pada tidak dapat diselenggarakannya pilkada. Padahal, pilkada adalah kedaulatan rakyat, jadi pasal tersebut mengancam kedaulatan dan hak rakyat," kata Palguna.Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebenarnya telah mencoba mengatasi kondisi calon tunggal dengan menerbitkan Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015. Namun, peraturan itu ternyata tidak juga menyelesaikan persoalan, sebab setelah adanya penambahan waktu pendaftaran pasangan calon, jika tidak ada penambahan kandidat, maka pelaksanaan pilkada akan ditunda hingga gelombang berikutnya."Andaikata penundaan dibenarkan, tidak ada jaminan hak rakyat dipilih dan memilih dapat dipenuhi, yaitu ketentuan paling sedikit dua pasangan calon belum tentu terpenuhi setelah dilakukan penundaan," kata Palguna.
Hakim Suhartoyo dalam sidang tersebut menyatakan bahwa hak untuk dipilih dan memilih tidak boleh tersandera aturan paling sedkit dua pasangan calon. Meski secara tekstual UUD 1945 tidak menyatakan apapun mengenai calon tunggal dalam pemilihan, tetapi UUD 1945 menjamin terpenuhinya hak konstitusi warga negara.Berdasarkan prinsip tersebut, menurut MK, akan bertentangan dengan semangat UUD 1945 apabila pelaksanaan pilkada ditunda, karena hal itu pasti merugikan hak warga negara. MK beranggapan bahwa pemilihan harus tetap dilaksanakan meski hanya ada satu pasangan calon.( Sumber : Kompas.com tanggal 30 September 2015)

September 18, 2015

Sukseskan Pilkada,Pilkada Kurang Berkualitas

         Lazada Indonesia

Pilkada Kurang Berkualitas, Harus Tegas jika Pemda Tak Alokasikan Dana.Pemilihan kepala daerah secara serentak pada 2015 dikhawatirkan kurang berkualitas. Hal itu akan terjadi jika pengawasan pilkada lemah akibat ketiadaan anggaran pengawasan. Apalagi, pengawasan dalam pilkada dinilai akan lebih sulit daripada pemilu legislatif atau pemilu presiden karena kedekatan massa pemilih dengan para calon dalam pilkada. Deputi Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Masykurudin Hafidz, Minggu (31/5), di Jakarta, mengatakan, dampak terbesar tidak adanya pengawasan karena pendanaan yang belum ada adalah potensi berkurangnya kualitas pilkada.

"Kebutuhan pengawasan dalam pilkada itu lebih tinggi daripada kebutuhan pengawasan saat pemilu anggota legislatif dan pemilu presiden. Sebab, dalam pilkada, masyarakat lebih mudah dimobilisasi karena dekatnya jarak dengan pasangan calon kepala daerah-calon wakil kepala daerah. Berbeda dengan pemilu legislatif ataupun pilpres," ujar Hafidz. Pelaksanaan pilkada yang jujur dan adil, menurut Hafidz, masih bergantung pada keberadaan pengawas. Sebab, dalam struktur penyelenggara, dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) hingga Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS), belum memiliki mekanisme kontrol.
"Selama KPU belum mempunyai sistem kontrol tersebut, pengawas semakin dibutuhkan," kata Hafidz.
Tanpa ada pengawas, KPU hingga KPPS bisa bekerja semaunya. "Bukan hanya itu, masyarakat juga akan kehilangan tempat untuk mengadukan dugaan pelanggaran yang dilakukan KPU hingga KPPS ataupun partai politik," ucapnya. Hal senada disampaikan anggota Komisi II DPR, Arif Wibowo. "Saya juga khawatir pengawasan dalam pilkada terganggu jika anggaran untuk pengawas tidak tersedia," katanya.
Pertimbangan politis. Lebih jauh Arif menengarai, belum dialokasikannya anggaran pengawasan juga disebabkan pertimbangan politis. Hal tersebut terutama terjadi jika petahana akan kembali maju dalam pilkada. "Jika lembaga pengawasan, baik Badan Pengawas Pemilu provinsi maupun Panitia Pengawas Pemilu kabupaten/kota, dianggap mengganggu, petahana bisa saja tak mengalokasikan anggaran pengawasan," ujarnya.

Arif menambahkan, ketidakpastian pelaksanaan pilkada, terutama terkait isu perubahan Undang-Undang Pilkada, juga ditengarai sebagai salah satu sebab pemerintah daerah belum mengalokasikan anggaran. Begitu pula posisi penyelenggara pilkada di hadapan pemerintah daerah yang dianggap inferior mengakibatkan anggaran pilkada sangat bergantung pada belas kasih pemda.
"Oleh karena itu, pemerintah pusat harus tegas, memastikan semua pemda melaksanakan kewajiban dalam pilkada. Pemerintah pusat harus memberikan sanksi tegas kepada pemda yang tidak bersedia mengalokasikan anggaran pilkada," katanya. Secara terpisah, Ketua Tim Kerja Pemantau Pilkada Dewan Perwakilan Daerah Fachrul Razi meminta semua kepala daerah melaksanakan kewajiban mereka untuk mengalokasikan anggaran pilkada. "Jangan sampai hajat rakyat terbengkalai hanya karena keengganan kepala daerah mengalokasikan anggaran pilkada," tuturnya.

NPHD belum diteken. Dari Kalimantan Barat dilaporkan, dari tujuh kabupaten di provinsi tersebut yang akan menggelar pemilihan kepala daerah secara serentak pada 9 Desember mendatang, enam di antaranya belum menandatangani naskah perjanjian hibah daerah (NPHD). Tercatat, baru Kabupaten Sekadau yang menandatangani NPHD untuk Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu). Enam kabupaten yang belum menandatangani NPHD untuk Panwaslu tersebut adalah Kabupaten Kapuas Hulu, Sintang, Melawi, Bengkayang, Ketapang, dan Sambas. Padahal, penandatanganan NPHD itu penting terkait dengan anggaran operasional Panwaslu.

Krisantus Heru Siswanto, komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalbar, di Pontianak, menuturkan, kabupaten yang belum melakukan penandatanganan NPHD itu karena komunikasi antara Panwaslu dan pemerintah kabupaten belum baik. Padahal, proses tahapan sudah mulai berlangsung, seperti perekrutan Panitia Pemilihan Kecamatan. (NTA/ESA/ZAL, Kompas, Juni1,2015)

August 30, 2015

Sukseskan Pilkada, Menjadikan Parpol Milik Publik



Menjadikan Parpol Milik Publik
Oleh Djayadi Hanan

Selain reformasi birokrasi, reformasi partai politik adalah agenda reformasi yang masih tertinggal jauh. Karena posisinya yang sentral dalam sistem  politik, kelambanan dan ketertinggalan reformasi partai politik menimbulkan banyak persoalan dalam subsistem politik yang lain.
Persoalan dalam kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi, misalnya, banyak terkait dengan reformasi sistem kepartaian. Desentralisasi menghendaki pemberdayaan dan inisiatif dari daerah, tetapi berbenturan dengan kenyataan bahwa partai politik masih sangat sentralistis, dikuasai hanya sekelompok elite di Jakarta saja. Munculnya pemimpin daerah, yang nominasinya harus berasal dari partai politik, hanya dimungkinkan jika dia mendapat "restu" dari pusat. Dalam pemilu legislatif, hal yang sama terjadi. Hanya orang yang memiliki kedekatan dengan elite pemimpin partai di pusat yang mendapat kesempatan dicalonkan partai. 
http://nulisbuku.com/books/view_book/7216/strategi-sun-tzu-menangkan-pilkada
Salah satu sumber masalah dalam partai politik adalah ketergantungan partai yang sangat tinggi kepada figur tertentu atau sekelompok kecil orang partai di pusat. Partai bekerja seperti sebuah sistem oligarki, yang tentu saja bertentangan dengan prinsip dasar sistem demokrasi. Penyebab sebuah partai dikuasai figur atau kelompok tertentu adalah pembiayaan partai biasanya ditanggung figur atau kelompok tersebut. Bukan hanya tampuk kepemimpinan partai yang dikuasai, juga hampir semua proses politik, termasuk rekrutmen politik yang menjadi salah tugas partai politik.
Karena sumber keuangan partai berasal dari figur atau elite saja, dampak lain adalah dijadikannya partai sebagai instrumen untuk mengakses sumber daya negara secara ilegal. Kader-kader partai yang sedang memegang tampuk kekuasaan di pusat dan daerah sering kali mendapat "tugas" mengisi pundi-pundi keuangan partai. Jika mereka tak bersedia melakukannya, hukuman dari penguasa partai sudah menunggu.
Reformasi partai lewat publik.Akibat lebih jauh dari keadaan partai seperti ini adalah partai menjadi tidak peduli terhadap publik. Logika atau motif dalam langkah-langkah politik partai mengutamakan kepentingan penguasa dan elite partai. Konsekuensinya, reformasi partai, yang jadi kebutuhan publik, juga sulit terlaksana karena publik tidak punya instrumen penekan agar elite partai menjalankan tekanan-tekanan publik.
Reformasi partai menjadi bergantung pada niat baik dan kemauan elite partai saja. Dengan demikian, sulit berharap adanya reformasi partai dengan cara seperti ini. Jalan tercepat tinggal melalui cara melibatkan publik. Untuk itu, partai harus dijadikan milik publik agar publik berkekuatan atau berdaya tekan sehingga partai memiliki insentif melaksanakan reformasi partai.
Secara teoretis, asal muasal partai adalah milik publik. Ini logis mengingat keberadaan partai pada dasarnya karena ada kebutuhan mewadahi aspirasi kelompok dalam masyarakat yang berbeda satu sama lain karena ideologi, orientasi kebijakan, demografi, atau alasan lain. Kelompok masyarakat inilah yang menjadi penyokong dan anggota partai. Kelompok masyarakatlah yang kemudian membiayai berbagai kegiatan partai. Para pengurus dan pemimpin partai adalah wakil atau agen dari anggota dalam mengusahakan agar kebijakan negara sesuai dengan ideologi dan atau orientasi kebijakan partai. Dengan mekanisme begitu, partai akan bekerja atas dasar kepentingan anggota dan publik yang diwakilinya.
Partai yang secara tradisional milik publik ini dapat dikatakan sudah hampir punah. Alasannya minimal dua. Pertama, jumlah anggota masyarakat yang mau menjadi anggota tetap partai politik makin merosot. Fenomena ini bersifat umum, bukan hanya di Indonesia. Sebagai contoh, di Inggris, jumlah anggota partai politik pada 1980 adalah 1,7 juta orang, sedangkan pada 2008 turun drastis menjadi 530.000 orang saja. Jumlah orang yang merasa memiliki kedekatan dan cenderung memilih partai tertentu juga sedikit dan mereka pun belum tentu mau jadi anggota partai. Di Indonesia, tingkat hal itu hanya di kisaran 15-20 persen. Ini berarti partai tak dapat mengandalkan anggota untuk sumber keuangannya. Maka, partai makin berorientasi elite dan lebih fokus pada proses pemilihan umum.
Kedua, perkembangan pola kampanye modern sudah bergeser dari semata-mata mengandalkan jaringan masyarakat di tingkat akar rumput ke kampanye berbasis media. Kampanye model ini sangat mahal, apalagi media yang lebih banyak jadi sumber informasi masyarakat adalah televisi yang berbiaya operasional amat tinggi. Kampanye modern juga memerlukan para konsultan profesional berbagai sektor, seperti politik, psikologi, dan komunikasi. Ini mengakibatkan kebutuhan pendanaan yang sangat besar bagi partai politik. Kebutuhan ini tak dapat disandarkan pada pembiayaan dari anggota saja.
Dengan demikian, kita tak dapat lagi mengandalkan sumbangan anggota sebagai sumber utama keuangan partai. Maka, harus dipakai cara kedua menjadikan partai milik publik. Cara kedua itu adalah menjadikan subsidi negara sebagai salah satu sumber utama keuangan partai. Sebetulnya sudah ada subsidi negara kepada partai saat ini, tetapi jumlahnya sangat minim sehingga tak dapat digunakan publik sebagai alat menekan partai melakukan reformasi. Menurut sejumlah perhitungan, subsidi negara hanya mampu membiayai kurang dari 1 persen pengeluaran partai di Indonesia.
Karena negara yang memberikan subsidi, berarti partai menggunakan dana publik. Partai harus mempertanggungjawabkan kepada publik bagaimana dana itu digunakan. Inilah jalan "memaksa" partai politik transparan atas aktivitas kepartaian secara berkala. Itu juga jalan agar partai tak dikuasai satu atau sekelompok kecil orang berduit.
Demokrasi internal.Partai yang melakukan transparansi secara alamiah juga akan melakukan demokratisasi internal. Spirit transparansi adalah demokrasi karena ia bermakna pengguna dana publik tunduk kepada kepentingan publik. Demokrasi internal partai akan menciptakan sirkulasi kepemimpinan partai secara sehat. Sirkulasi kepemimpinan partai mensyaratkan tersedianya kader terus-menerus. Konsekuensinya, partai harus terus-menerus memperluas jaringan pendukungnya agar orang-orang yang berbakat jadi pemimpin dapat terjaring. Partai perlahan-lahan akan melakukan praktik terbaik pengelolaan partai: demokrasi internal, transparansi, dan berorientasi konstituen.
Negara membiayai partai bukanlah fenomena unik. Hampir semua negara demokrasi saat ini melakukannya, dengan besaran berbeda-beda. Saat ini sekitar 75 persen negara demokrasi memberi subsidi berkala kepada partai politik. Biasanya 25-30 persen dari pengeluaran partai politik. Besaran yang diterima setiap partai biasanya didasarkan pada seberapa banyak suara yang diperoleh partai dalam pemilu.
Akan tetapi, sebelum subsidi negara diberikan kepada partai politik, diperlukan sejumlah langkah dan kebijakan untuk memastikan tujuan kebijakan ini tercapai. Sistem pengelolaan dan pemeriksaan keuangan harus benar-benar terjamin mutunya. Yang sangat krusial adalah pertanggungjawaban dan sanksi atas berbagai pelanggaran yang mungkin terjadi harus disiapkan terlebih dulu. Juga harus dipas- tikan agar kebijakan seperti ini benar-benar akan menghapus praktik ilegal pembiayaan partai. Orang-orang berduit atau para oligarch harus dipastikan tak lagi dapat menguasai partai. Jika demikian, kebijakan menjadikan partai milik publik ini akan dapat mencapai tujuannya.

DJAYADI HANAN Direktur Eksekutif SMRC; Dosen Ilmu Politik Universitas Paramadina Sumber : Kompas, 22 Agustus 2015