March 24, 2017

Selisih Perolehan Suara Tetap Menentukan



Selisih Perolehan Suara Tetap Menentukan

Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa ambang batas selisih perolehan suara masih akan tetap menjadi penentu dalam memutuskan apakah sengketa perselisihan hasil pemilihan yang diajukan akan dihentikan atau diteruskan. Hal ini dilakukan untuk menjaga konsistensi putusan perselisihan hasil pemilihan yang sudah dikeluarkan MK pada pilkada serentak 2015.
Hingga Senin (27/2) petang, ada 22 permohonan sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diterima MK. Secara proporsional, jumlah ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan pendaftaran sengketa PHPU pilkada serentak 2015. Saat itu, lebih dari 100 permohonan diterima MK hingga empat hari setelah penetapan hasil rekapitulasi suara.

Terkait dengan jumlah permohonan yang relatif lebih rendah daripada 2015, Ketua MK Arief Hidayat, di Jakarta, menuturkan, putusan MK pada pilkada serentak 2015 sudah menjadi semacam rekayasa sosial yang mengatur pola perilaku kontestan dalam pilkada. Sepanjang tidak memenuhi Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, mereka merasa tidak lagi perlu mengajukan sengketa ke MK. “Sebab, pasti tidak memenuhi syarat persentase yang ditentukan Undang-Undang Pilkada. Kalau tidak terpenuhi, mereka sadar percuma ke MK,” katanya.
Sesuai Pasal 158 UU Pilkada, peserta pilkada bisa mengajukan permohonan pembatalan penetapan hasil penghitungan suara ke MK jika memenuhi ambang batas selisih suara paling banyak 0,5-2 persen dari total suara sah hasil penghitungan suara tahap akhir yang ditetapkan KPU provinsi atau kabupaten/kota. Besaran persentase ini diatur UU sesuai dengan jumlah penduduk di daerah itu.
Berdasarkan data Komisi Pemilihan Umum, hanya ada tujuh daerah yang memenuhi syarat ambang batas selisih perolehan suara untuk mengajukan sengketa PHPU, yakni Provinsi Sulawesi Barat, Kabupaten Maybrat (Papua Barat), Bombana (Sulawesi Tenggara), Takalar (Sulawesi Selatan), Gayo Lues (Aceh), Kota Salatiga (Jawa Tengah), dan Kota Yogyakarta (DIY).
Meskipun sudah ada kalkulasi itu, KPU tetap menghormati keputusan kandidat untuk mengajukan permohonan. Komisioner KPU, Ida Budhiati, menuturkan, karena permohonan sudah diajukan, MK lebih berkompeten untuk memutus sengketa PHPU. Menurut dia, jika MK mengacu pada ketentuan syarat formal, seperti ambang batas selisih perolehan suara, jumlah perkara yang berlanjut pada pemeriksaan persidangan akan relatif kecil.
“Berapa pun jumlah perkara yang lanjut pada tahap pemeriksaan persidangan tetap punya bobot tanggung jawab yang sama besarnya dengan perkara yang ditangani pada tahap pemeriksaan pendahuluan,” katanya

Namun, peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi, Fadli Ramadhanil, tetap berharap MK tidak semata-mata menilai permohonan dari sisi pemenuhan syarat formal. Dia menilai, hal itu bisa bertentangan dengan prinsip keadilan pemilu. “Kalau ada persoalan substansial dan punya signifikansi suara, MK semestinya memeriksa lebih lanjut permohonan itu walau ada selisih suara yang jauh,” kata Fadli. ( Sumber : Harian Kompas 28 Februari 2017,Gal)

1 comment:

  1. CARI SITUS JUDI ONLINE TERPERCAYA?
    SPORTIF?GAK ABAL ABAL? HANYA DI LASKARBOLA88 AYO DAFTARKAN ID KALIAN SEKARANG JUGA!! >> https://www.laskarbola88.net/

    ReplyDelete