August 18, 2015

Sukseskan Pilkada: Pilkada Serentak Kembalikan ke Khitah!



Pilkada Serentak Kembalikan ke Khitah!
Analisis Politik J Kristiadi

Perdebatan menjemukan pemilihan kepala daerah serentak dewasa ini terjebak hanya di sekitar masalah yang berkaitan dengan intrik politik, seperti dugaan upaya mengganjal pilkada karena partai belum siap akibat kepengurusan rangkap; usul agar pilkada ditunda karena pertanggungjawaban Komisi Pemilihan Umum di daerah tidak beres, anggaran yang belum keluar, dan isu yang paling panas adalah fenomena calon tunggal. Membiarkan perdebatan terperangkap pada isu periferi akan semakin membuat perpolitikan nasional masuk dalam pusaran turbulensi politik yang mengacaukan kiblat politik. Arah perdebatan menjadi pragmatis sensasional, bukan substansi yang seharusnya menjadi arah penyempurnaan penyelenggaraan pilkada yang komprehensif.
Oleh sebab itu, sebaiknya perbincangan harus mengacu kembali kepada khitah atau garis haluan perjuangan bangsa sehingga pilkada dapat dilakukan secara langsung. 

http://nulisbuku.com/books/view_book/7247/10-langkah-efektif-memanangkan-pilkada

Pertama, pilkada mewujudkan pemerintahan daerah yang efektif, melembagakan dan memperdalam demokrasi lokal. Pemilu lokal bukan sekadar demokrasi ritual yang memuja prosedur politik melegitimasi penguasa, melainkan bagian dari pendidikan politik rakyat. Publik pun semakin sadar bahwa hak memilih selalu sejalan dengan kewajiban dan kemampuan mengontrol penguasa daerah secara terus-menerus.
Kedua, menghasilkan kepala daerah yang berkualitas dan dekat dengan rakyat. Perlu diingat, mutu dan harkat kepala daerah adalah komitmennya yang konsisten terhadap upaya menyejahterakan masyarakat. Pemilu lokal merupakan upaya pemimpin politik setempat mempertajam daya empati terha- dap kehendak dan keprihatinan rakyat guna membuat kebijakan yang berpihak kepada kepentingan publik. Ketiga, aktualisasi representasi kepentingan lokal sehingga kebijakan di daerah lebih eksplisit berpihak pada interes spesifik rakyat. Keempat, meningkatkan daya saing kemandirian daerah sesuai keunggulan dan kearifan wilayah.
Meski demikian, hal itu tak berarti isu-isu periferi sebagaimana disebutkan di atas tidak penting, terutama isu calon tunggal yang harus diselesaikan segera. Repotnya, waktu makin mendesak dan pilihannya terbatas opsi buruk atau kurang buruk. Misalnya pilihan pemerintah menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Persoalan mendasarnya adalah apakah calon tunggal di beberapa daerah sudah dapat dianggap negara dalam keadaan darurat atau menghadapi kegentingan yang memaksa, sebagai prasyarat perppu.
Selain itu, kemungkinan DPR menolak juga besar. Pilihan lain, calon tunggal dipertandingkan dengan kotak kosong. Persoalan muncul kalau yang menang kotak kosong dan kandidat yang kalah menggugat, siapa yang digugat. Jadi, opsi apa pun yang dipilih untuk mengatasi persoalan dalam pilkada serentak ini harus dalam perspektif mengembalikan pilkada ke khitahnya.

Sementara itu, sekadar menyalahkan parpol yang tidak bersedia mengusulkan kandidat agar diberi sanksi juga tidak memecahkan persoalan. Sudah menjadi rahasia umum kandidat harus menyediakan ”uang perahu” untuk mendapatkan dukungan parpol. Padahal, besaran ”mahar” politik sudah melewati batas nalar manusia sehat. Bahkan, tidak sedikit kader parpol yang miris dan cemas terhadap dominasi politik uang dalam pilkada yang bisa jadi jalan mulus mereka menjadi narapidana. Fenomena peran sentral kapital dalam proses politik sudah saatnya dihentikan.
Karena itu, menyelesaikan persoalan pilkada serentak ini harus tunduk pada garis haluan serta alasan paling mendasar dasar (raison d’etre) dilakukannya pilkada secara langsung. Khusus tentang mahar politik, sebaiknya gagasan bantuan keuangan parpol dari APBN, antara lain dikemukakan Mendagri, harus dijadikan salah satu alternatif. Besarnya bantuan masih dapat diperdebatkan, tetapi jumlah anggaran yang cukup dan terukur akan membuat parpol lebih tenang sehingga tak mencari dana sendiri yang kadang, meskipun ilegal, sulit dikontrol. Sudah saatnya negara memberi parpol insentif.
Namun, parpol yang menerima uang harus memenuhi tingkat transparansi dan akuntabilitas yang tinggi, serta sanggup membuat laporan yang lengkap dan rinci. Parpol harus memberikan kebebasan publik mengakses laporan keuangan parpol. Demikian pula sanksi yang jelas, tegas, serta keras harus dikenakan kepada mereka yang tega menyalahgunakan uang rakyat.

Agenda yang sangat penting lainnya adalah pendidikan politik internal parpol. Kegagapan parpol dalam memilih kandidat dalam pilkada serentak kali ini merupakan bukti kuat parpol gagal menyiapkan kader yang berwatak dan siap bertanding untuk memperjuangkan kepentingan rakyat. Selama ini, kader parpol hanya diperlakukan sekadar sebagai instrumen politik yang dikendalikan dan tunduk oleh kehendak ketua umumnya. Parpol kehilangan marwah serta martabat karena hanya menjadi pemuas nafsu kekuasaan segelintir oligarki di lingkaran pusat kekuasaan sekitar ketua umum.
Oleh karena itu, agenda tandem berikutnya adalah demokratisasi internal partai. Pengalaman menunjukkan, jika tidak menanamkan benih-benih keutamaan yang memuliakan kesetaraan, parpol dapat dipastikan mengalami pembusukan politik. Tidak ada negara demokratis tanpa partai yang demokratis. Dengan demikian, pilkada serentak harus dijadikan pesta rakyat merayakan kedaulatannya untuk memilih kepala daerah yang ber-akhlakul karimah.
J Kristiadi Peneliti Senior CSIS ( Sumber : Kompas 11 Agustus, 2015)

1 comment:

  1. CARI SITUS JUDI ONLINE TERPERCAYA?
    SPORTIF?GAK ABAL ABAL? HANYA DI LASKARBOLA88 AYO DAFTARKAN ID KALIAN SEKARANG JUGA!! >> https://www.laskarbola88.net/

    ReplyDelete