Alasan
MK Perbolehkan Calon Tunggal Tetap Ikut Pilkada
Mahkamah
Konstitusi memutuskan memperbolehkan daerah dengan calon tunggal untuk tetap
melaksanakan pilkada serentak. Ada beberapa alasan yang menjadi pertimbangan
hakim dalam menguji Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Wali Kota."MK tidak bisa membiarkan pelanggaran hak
konstitusional rakyat. MK juga tidak akan membiarkan norma yang tidak sesuai
undang-undang, apalagi bila tersangkut dalam kedaulatan rakyat yang berdampak
gangguan pada pemerintahan daerah," ujar Hakim I Dewa Gede Palguna, saat
membaca pertimbangan hakim, di Gedung MK, Selasa (29/9/2015).
Pertama,
MK berpandangan bahwa pemilhan kepala daerah adalah pelaksanaan keadulatan
rakyat untuk memilih kepala daerah secara langsung dan demokratis. Dengan
demikian, pemilihan kepala daerah haruslah menjamin terwujudnya kekuasan
tertinggi di tangan rakyat. Prinsip pemilihan menunjukan harus terciptanya
sebuah kontestasi.
Dalam
hal ini, penyelenggara pilkada harus menjamin tersedianya ruang bagi rakyat
yang mencakup hak untuk dipilih dan memilih. Maka, pemilihan dalam kontestasi
yang demokratis tidak boleh ditiadakan.Dalam pertimbangannya, hakim menilai
rumusan dalam norma UU Pilkada secara sistematis menunjukan bahwa pembentuk
undang-undang menginginkan kontestasi berlangsung dengan setidaknya ada lebih
dari satu pasangan calon. Namun, semangat kontestasi tersebut tidak disertai
solusi saat terjadi kondisi hanya ada satu pasangan calon.
"Maka
akan ada kekosongan hukum dan berakibat pada tidak dapat diselenggarakannya
pilkada. Padahal, pilkada adalah kedaulatan rakyat, jadi pasal tersebut
mengancam kedaulatan dan hak rakyat," kata Palguna.Komisi Pemilihan Umum
(KPU) sebenarnya telah mencoba mengatasi kondisi calon tunggal dengan
menerbitkan Peraturan KPU Nomor 12 Tahun 2015. Namun, peraturan itu ternyata
tidak juga menyelesaikan persoalan, sebab setelah adanya penambahan waktu
pendaftaran pasangan calon, jika tidak ada penambahan kandidat, maka
pelaksanaan pilkada akan ditunda hingga gelombang berikutnya."Andaikata
penundaan dibenarkan, tidak ada jaminan hak rakyat dipilih dan memilih dapat
dipenuhi, yaitu ketentuan paling sedikit dua pasangan calon belum tentu
terpenuhi setelah dilakukan penundaan," kata Palguna.
Hakim
Suhartoyo dalam sidang tersebut menyatakan bahwa hak untuk dipilih dan memilih
tidak boleh tersandera aturan paling sedkit dua pasangan calon. Meski secara
tekstual UUD 1945 tidak menyatakan apapun mengenai calon tunggal dalam
pemilihan, tetapi UUD 1945 menjamin terpenuhinya hak konstitusi warga negara.Berdasarkan
prinsip tersebut, menurut MK, akan bertentangan dengan semangat UUD 1945
apabila pelaksanaan pilkada ditunda, karena hal itu pasti merugikan hak warga
negara. MK beranggapan bahwa pemilihan harus tetap dilaksanakan meski hanya ada
satu pasangan calon.( Sumber : Kompas.com tanggal 30 September 2015)
No comments:
Post a Comment