Pilkada Satu Putaran, Pilkada Pilih Pasangan Calon
Mayoritas fraksi di Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat menginginkan kepala
daerah dicalonkan dan dipilih dalam satu paket dengan wakil kepala daerah.
Akibatnya, mekanisme pencalonan yang diatur dalam Undang-Undang Penetapan
Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada kemungkinan diubah. ”Mayoritas (fraksi) setuju paket kecuali Fraksi PDI-P dan Fraksi Demokrat,”
kata anggota Komisi II, A Malik Haramain, sebelum rapat konsinyering Panitia
Kerja Persiapan Perubahan UU Pilkada di Jakarta, Sabtu (31/1).
Dalam UU Penetapan Perppu No 1 Tahun 2014 tentang Pilkada, pemilihan
langsung hanya dilakukan terhadap kepala daerah. Sementara wakil kepala daerah
dipilih oleh kepala daerah.Malik menuturkan, pertimbangan kepala daerah dipilih
berpasangan dengan wakil kepala daerah adalah karena wakil kepala daerah
merupakan jabatan politik, bukan karier. Selain itu juga agar wakil kepala
daerah memiliki legitimasi yang sama dengan kepala daerah, karena sama-sama
dipilih langsung oleh rakyat.
Sementara F-PDIP menginginkan hanya kepala daerah yang dipilih langsung,
seperti diatur dalam UU Pilkada, dengan alasan demi efektivitas pemerintahan
daerah. ”Pengalaman selama ini, banyak kepala daerah dan wakil kepala daerah
pecah kongsi sehingga akibatnya pemerintahan tak berjalan efektif,” kata
anggota Komisi II dari F-PDIP, Arif Wibowo.
Konflik antara kepala daerah dan wakil kepala daerah, menurut Arif, kerap
terjadi lantaran wakil kepala daerah merasa memiliki legitimasi yang sama kuat
dengan kepala daerah. Dengan pemilihan tidak satu paket, diyakini legitimasi
kepala daerah akan lebih kuat. F-PDIP juga mengusulkan pemilihan kepala daerah
pengganti untuk mengantisipasi kepala daerah berhalangan tetap. Calon kepala
daerah pengganti diusulkan oleh partai politik pengusung kepala daerah yang
berhalangan tetap kepada DPRD. DPRD-lah yang berwenang memberikan persetujuan.
Satu putaran Mayoritas fraksi juga menginginkan pilkada hanya satu putaran. Syarat
kemenangan minimal 30 persen perolehan suara sah dalam pilkada diusulkan
dihapus. Dengan kata lain, calon kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak
otomatis menjadi pemenang pilkada. Selain lebih efisien, lanjut Malik, ambang
batas pencalonan kepala daerah, yakni memiliki kursi minimal 20 persen di DPRD
atau memperoleh 25 persen suara sah dalam pemilu legislatif, sudah mencukupi.
Dengan syarat itu, diyakini tidak akan ada calon kepala daerah yang memperoleh
suara di bawah 30 persen.
Didik Supriyanto dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
juga menyarankan pilkada satu putaran saja. ”Ini agar lebih sederhana dan lebih
efisien,” katanya. Empat fraksi, yakni F-PDIP, F-Nasdem, F-Hanura, dan F-PD,
tetap menginginkan ambang batas kemenangan calon kepala daerah. Pemenang
pilkada adalah calon yang memperoleh suara minimal 30 persen. Jika tak ada
calon yang memperoleh suara 30 persen, digelar pilkada putaran kedua.
Jadwal pilkada. Seiring dengan revisi terbatas yang akan dilaksanakan oleh DPR terhadap UU
tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2014 tentang Pilkada, Komisi Pemilihan Umum
juga mengajukan revisi terhadap sejumlah materi, di antaranya pelaksanaan
pilkada serentak. KPU mengusulkan pilkada serentak digelar tahun 2016 dan 2017.
Dalam UU Pilkada ditetapkan pilkada serentak dilaksanakan tahun 2015, 2018, dan
2020. ”Kami mengusulkan pilkada serentak pada 2016 dan 2017 saja. Hal ini
dengan pertimbangan agar persiapannya lebih matang dan pelaksana tugas kepala
daerah pun menjabat tidak terlalu lama, yakni rata-rata hanya setahun, hingga
digelar siklus pemilu berikutnya, yakni tahun 2021,” kata komisioner KPU, Ferry
Kurnia Rizkiyansyah.
Dengan demikian, terkait akhir masa jabatan gubernur, bupati, dan wali kota
pada tahun 2015, pilkadanya akan ditarik ke 2016 bersamaan dengan kepala daerah
yang berakhir masa jabatannya pada tahun tersebut (total sekitar 304 daerah). Sementara
bagi kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada 2017 dan 2018, pilkada
akan dilaksanakan tahun 2017. Selanjutnya, bagi kepala daerah yang berakhir
masa jabatannya pada 2019 dan 2020, pemilihan akan digelar pada 2021.
”Kepala daerah yang menjabat tahun 2017 memang akan terpotong setahun
(total hanya 4 tahun) karena konsekuensi siklus pilkada serentak berikutnya
ditetapkan tahun 2021, demikian seterusnya. Dengan demikian, pilkada serentak
akan berlangsung di tengah pemilu nasional, yakni antara periode 2019 dan 2024.
Jadi, setiap lima tahun nanti akan terjadi dua pemilihan, yakni pemilihan
nasional (pemilihan Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPRD, dan DPD) dan pilkada
(pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota), dengan jarak waktu pelaksanaannya
sekitar 2 tahun,” ujarnya. Hanta Yudha dari Pol-Tracking Institute mendukung
usulan revisi siklus pemilu yang diajukan oleh KPU. ”Jika pilkada serentak
digelar pada 2015, 2018, dan 2020, masa jabatan Plt terlalu lama, berkisar dua
tahunan,” katanya. (SEM/NTA; sumber : kompas,2 Februari 2015)
No comments:
Post a Comment