Pemilu
Serentak 2019 dan Potensi Masalahnya
Oleh
Indra Pahlevi
Mulai
3 Oktober 2017, Komisi Pemilihan Umum memulai kerja besar menuju Pemilihan Umum
Serentak 2019. Diawali dengan tahapan pendaftaran partai politik pada 3-16
Oktober 2017, KPU akan mengawali sejarah perjalanan demokrasi di Indonesia yang
diakui sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Kerja besar KPU
tersebut tentu akan menjadi sorotan semua pihak, baik peserta pemilu,
pemerintah, DPR, masyarakat, maupun dunia internasional. Alasannya adalah,
dengan kerumitan yang ada dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia, potensi
terjadinya persoalan di tiap tahapan sangat besar. Apalagi, pada saat merancang
bagaimana implementasi penggunaan sistem pemilu baru yang menggunakan metode konversi
suara sainte lague murni. Di sini perlu kehati-hatian agar hasilnya tidak
menimbulkan persoalan mendasar di kemudian hari.
Berdasarkan
amanat Undang-Undang (UU) No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, pemilu
dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Asas pemilu tersebut bukan hal yang baru dicantumkan dalam sebuah UU Pemilu.
Pertanyaannya adalah bagaimana implementasi selama ini? KPU sebagai lembaga
penyelenggara pemilu tentu memiliki parameter untuk mewujudkan asas pemilu
tersebut. Oleh karena itu, KPU memiliki beberapa asas yang diperintahkan oleh
UU No 7 Tahun 2017 tersebut sebagai prinsip dalam penyelenggaraannya, yaitu
mandiri, jujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan
efisien. Kesemua prinsip itu harus menjadi pegangan semua komisioner
KPU, baik di pusat maupun daerah.
Potensi
masalah
Beberapa
persoalan yang berpotensi mengemuka di setiap tahapan adalah pada saat
penetapan partai politik peserta pemilu yang terjadwal pada 17 Februari 2018.
Potensi masalah adalah adanya partai politik yang tidak lolos verifikasi dan
kemudian melakukan gugatan. Belajar dari pengalaman pemilu sebelumnya, KPU
tentu sudah mengantisipasi. Namun, KPU harus mampu membuktikan hasil verifikasi
faktual baik di tingkat pusat maupun daerah yang selama ini sulit dilakukan. Proses
verifikasi faktual di daerah akan terkendala jumlah yang sangat banyak, tetapi
tenaga untuk melakukan verifikasi sangat terbatas. Apakah KPU hanya akan
melakukan uji sampling atau keseluruhan akan sangat tergantung kepada kesiapan
semua sumber daya yang dimiliki KPU.
Potensi
masalah berikut adalah pada tahapan penyusunan daftar pemilih yang tetap
berbasis Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang diserahkan
pemerintah kepada KPU pada 17 Desember 2017. Secara umum, sebenarnya kita
berharap tidak akan ada persoalan tatkala data kependudukan sudah menggunakan
KTP elektronik. Namun, hingga saat ini belum semua warga negara memiliki KTP
elektronik, bahkan menurut Dirjen Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil)
Kementerian Dalam Negeri, masih terdapat 1,9 juta penduduk yang memiliki data
ganda meskipun Dirjen Dukcapil menjamin tak akan memengaruhi penyusunan daftar
pemilih pemilu.
Di
sinilah peran KPU untuk dapat membersihkan data ganda tersebut agar daftar
pemilih pemilu tidak lagi banyak ”istilah” seperti daftar pemilih khusus yang
dapat menggunakan hak pilih hanya dengan menggunakan KTP di wilayahnya pada
saat pemungutan suara meskipun tidak terdaftar dalam daftar pemilih. Sekadar
mengingatkan bahwa persoalan daftar pemilih tetap (DPT) ini pernah mengemuka
dan menjadi perhatian DPR saat Pemilu 2009 melalui pembentukan Panitia Angket
DPT. Saat itu daftar pemilih sangat amburadul dan bahkan terkesan tidak
terkonsolidasi dengan baik.
Tahapan
berikut yang berpotensi muncul masalah adalah penetapan daerah pemilihan DPRD.
Meskipun sudah ada panduan dalam UU No 7 Tahun 2017 berupa prinsip-prinsip yang
tercantum dalam Pasal 185 yaitu kesetaraan nilai suara, ketaatan pada sistem
pemilu yang proporsional, proporsionalitas; integralitas wilayah, berada dalam
cakupan wilayah yang sama, kohesivitas, dan kesinambungan; namun hal itu perlu
memperhitungkan segala aspek baik sosial, politik, ekonomi, demografis, maupun
geografis.
Memang
selama ini sudah ada daerah pemilihan yang dipergunakan pada pemilu sebelumnya.
Namun, pada hakikatnya tetap terbuka ruang untuk penataan ulang dengan
memerhatikan berbagai perkembangan yang ada. UU No 7 Tahun 2017 relatif sudah mempertimbangkan
berbagai kondisi yang pernah terjadi pada pemilu sebelumnya manakala satu
daerah pemilihan melebihi alokasi kursi yang ditentukan karena terbentuk
pemetaan daerah pemilihan harus kecamatan
atau gabungan kecamatan untuk DPRD kabupaten/kota.
UU
No 7 Tahun 2017 sudah memberikan ruang adanya ketentuan dapat menggunakan
bagian kecamatan sehingga kasus Depok tidak akan terulang lagi. Berdasarkan
pengalaman, banyak anggota DPRD kabupaten/kota periode 2014-2019 yang
mempertanyakan terkait daerah pemilihan ini. Hal itu tentu lumrah mengingat
hingga saat ini model pencalonan dan keterpilihannya masih mengombinasikan
antara peran parpol pada saat pencalonan dan si calon itu sendiri karena masih
mempertahankan sistem suara terbanyak (Pasal 422) pada saat penentuan calon
terpilih.
Tahapan-tahapan
berikutnya yang harus diperhatikan KPU adalah proses pencalonan hingga
penetapan daftar calon tetap. Ruang untuk terjadinya sengketa (dispute) baik
antarcalon, antara calon dan parpol pengusung, atau antara calon/parpol dan KPU
itu sendiri sangat mungkin terjadi. Meskipun saat ini relatif tidak ada parpol
yang berkonflik—jika diasumsikan konflik PPP sudah selesai, tetapi ruang
perselisihan tersebut akan tetap muncul dengan melihat sistem pemilu yang kita
gunakan saat ini. Begitu juga dengan tahapan kampanye yang sarat dengan
persoalan di setiap pemilu. Dengan melihat Pemilu 2019 sebagai pemilu serentak,
model kampanye yang secara umum sudah diatur dalam UU No 7 Tahun 2017 harus
dikelola secara bijak saat kampanye suatu parpol yang juga mencalonkan satu
pasangan calon presiden dan wakil presiden yang dicalonkan oleh gabungan
parpol.
Dalam
konteks ini perlu diperhatikan apa yang kita sebut coattail effect (secara
harfiah coattail bermakna ekor/buntut jas). Secara konseptual, konsep coattail
effect maksudnya adalah orang-orang yang sudah sangat terpesona dengan sosok/citra seseorang hingga
bahkan ketika dia mengibaskan ”ekor” jasnya, luluhlah hati rakyat atau
orang-orang di sekitarnya. Karena itu, pada saat kampanye untuk memilih anggota
DPR dan DPRD tentu akan memanfaatkan dengan mengampanyekan siapa pasangan calon
presiden dan wakil presiden yang mereka usung. Sementara di sisi lain terdapat
persaingan antarparpol dan bahkan antarcalon dalam pemilihan anggota DPR serta
DPRD.
Potensi
masalah yang mungkin muncul adalah saat tahapan pemungutan suara serta
penghitungan suara yang akan dilaksanakan pada 17 April 2019. Tahapan ini
adalah tahapan paling krusial dari seluruh tahapan pemilu itu sendiri yang
merupakan pengalaman pertama dalam pemilu serentak. Sama halnya dengan
pelaksanaan pilkada serentak, potensi masalah akan berujung pada pelaksanaan
pemungutan suara ulang (PSU).
Evaluasi
pilkada serentak
Dalam
evaluasi Pilkada Serentak 2017, KPU menyatakan terdapat beberapa persoalan yang
muncul seperti pembukaan kotak suara yang tidak sesuai prosedur, surat suara
yang ditandai, pemilih memilih lebih
dari satu kali di satu tempat pemungutan suara (TPS), pemilih memilih lebih
dari satu kali di TPS yang berbeda, dan masalah lainnya. Sementara pelanggaran
yang tak berdampak pada PSU, yaitu ketua KPPS tidak menandatangani surat suara,
terdapat pemilih di bawah umur yang belum berstatus kawin, pemilih memilih
dengan menggunakan formulir C6 orang lain, kotak suara yang dilarikan
masyarakat, selisih penggunaan hak pilih dengan jumlah surat suara yang ada di
dalam kotak suara, serta pemungutan suara tak dihadiri saksi pasangan calon dan
pengawas pemilu di TPS dan lainnya.
KPU
juga mencatat pada Pilkada Serentak 2017 terdapat kekurangan surat suara akibat
membeludaknya pemilih tambahan, pelayanan terhadap pemilih di rumah sakit,
rutan, rumah sakit jiwa belum maksimal, terdapat daerah seperti DKI Jakarta
yang membuat aturan tambahan dalam pelayanan hak pilih untuk pemilih tambahan
sebagai fungsi kontrol tetapi pada akhirnya menghambat pelayanan kepada pemilih
dan lain sebagainya. Persoalan ini akan berdampak pada ketersediaan logistik
yang sudah ditentukan jumlahnya. Apalagi, jika terjadi persoalan salah surat
suara di suatu daerah pemilihan sebagaimana yang terjadi pada pemilu
sebelumnya.
Kompleksitas
masalah akan bertambah karena akan terdapat 5 (lima) surat suara di satu TPS
(kecuali DKI Jakarta hanya 4 surat suara), yaitu surat suara untuk DPR, DPD,
DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan presiden/wakil presiden. Seorang
pemilih akan memerlukan waktu yang relatif lama untuk membuka dan mencoblos
setiap surat suara dan kemudian akan berdampak pada proses penghitungan suara
di setiap TPS hingga berjenjang ke atas. Dalam konteks ini tentu KPU harus
mampu menyeleksi anggota KPPS, PPS, dan PPK yang lebih mengedepankan kapasitas
dan pemahaman yang baik terhadap pemilu serta kesigapan dan kecepatan agar
semua proses dapat berjalan lancar.
Pemetaan
masalah
Secara
keseluruhan, KPU harus melakukan pemetaan masalah di setiap tahapan yang
disusun dalam sebuah dokumen sebagai panduan bagi pelaksana di lapangan. KPU
tidak hanya menyusun regulasi teknis terkait pelaksanaan setiap tahapan, tetapi
juga harus menyusun peta masalah yang menjadi pegangan bagi seluruh pelaksana
pemilu. Beberapa hal penting perlu dilakukan KPU, yaitu sosialisasi informasi
kepemiluan serentak 2019 secara sistematis melalui strategi jitu agar tidak
hanya partisipasi masyarakat meningkat, tetapi juga munculnya pemahaman
masyarakat terhadap Pemilu Serentak 2019 ini.
Berikutnya
adalah proses distribusi logistik yang lebih teratur dan terencana agar bisa
meminimalkan kesalahan yang tidak perlu, tetapi akan berdampak besar pada
penyelenggaraan pemilu itu sendiri. Terakhir yang paling penting adalah
kesiapan tahapan pemungutan dan penghitungan suara. Pada tahapan ini satu hal
yang paling penting adalah pelatihan yang terstruktur bagi para pelaksana di
lapangan sehingga memiliki kapasitas yang mumpuni untuk mereduksi kesalahan
yang sering terjadi di setiap pemilu. Melalui peningkatan kapasitas para
pelaksana, diharapkan tidak lagi terjadi kesalahan. Semoga Pemilu 2019 tidak
hanya berjalan aman dan lancar, tetapi juga menghasilkan para wakil rakyat dan
presiden yang amanah.
Sumber
: Kompas.id. 10 Oktober 2017 Menuju Pemilu Serentak 2019 oleh: Indra Pahlevi, Pusat Penelitian Badan
Keahlian DPR RI
CARI SITUS JUDI ONLINE TERPERCAYA?
ReplyDeleteSPORTIF?GAK ABAL ABAL? HANYA DI LASKARBOLA88 AYO DAFTARKAN ID KALIAN SEKARANG JUGA!! >> https://www.laskarbola88.net/