July 24, 2015

Pilkada Satu Putaran, Pilkada Pilih Pasangan Calon



Pilkada Satu Putaran, Pilkada Pilih Pasangan Calon

Mayoritas fraksi di Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat menginginkan kepala daerah dicalonkan dan dipilih dalam satu paket dengan wakil kepala daerah. Akibatnya, mekanisme pencalonan yang diatur dalam Undang-Undang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pilkada kemungkinan diubah. ”Mayoritas (fraksi) setuju paket kecuali Fraksi PDI-P dan Fraksi Demokrat,” kata anggota Komisi II, A Malik Haramain, sebelum rapat konsinyering Panitia Kerja Persiapan Perubahan UU Pilkada di Jakarta, Sabtu (31/1).

http://nulisbuku.com/books/view_book/7247/10-langkah-efektif-memanangkan-pilkada

Dalam UU Penetapan Perppu No 1 Tahun 2014 tentang Pilkada, pemilihan langsung hanya dilakukan terhadap kepala daerah. Sementara wakil kepala daerah dipilih oleh kepala daerah.Malik menuturkan, pertimbangan kepala daerah dipilih berpasangan dengan wakil kepala daerah adalah karena wakil kepala daerah merupakan jabatan politik, bukan karier. Selain itu juga agar wakil kepala daerah memiliki legitimasi yang sama dengan kepala daerah, karena sama-sama dipilih langsung oleh rakyat.

Sementara F-PDIP menginginkan hanya kepala daerah yang dipilih langsung, seperti diatur dalam UU Pilkada, dengan alasan demi efektivitas pemerintahan daerah. ”Pengalaman selama ini, banyak kepala daerah dan wakil kepala daerah pecah kongsi sehingga akibatnya pemerintahan tak berjalan efektif,” kata anggota Komisi II dari F-PDIP, Arif Wibowo.

Konflik antara kepala daerah dan wakil kepala daerah, menurut Arif, kerap terjadi lantaran wakil kepala daerah merasa memiliki legitimasi yang sama kuat dengan kepala daerah. Dengan pemilihan tidak satu paket, diyakini legitimasi kepala daerah akan lebih kuat. F-PDIP juga mengusulkan pemilihan kepala daerah pengganti untuk mengantisipasi kepala daerah berhalangan tetap. Calon kepala daerah pengganti diusulkan oleh partai politik pengusung kepala daerah yang berhalangan tetap kepada DPRD. DPRD-lah yang berwenang memberikan persetujuan.

Satu putaran  Mayoritas fraksi juga menginginkan pilkada hanya satu putaran. Syarat kemenangan minimal 30 persen perolehan suara sah dalam pilkada diusulkan dihapus. Dengan kata lain, calon kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak otomatis menjadi pemenang pilkada. Selain lebih efisien, lanjut Malik, ambang batas pencalonan kepala daerah, yakni memiliki kursi minimal 20 persen di DPRD atau memperoleh 25 persen suara sah dalam pemilu legislatif, sudah mencukupi. Dengan syarat itu, diyakini tidak akan ada calon kepala daerah yang memperoleh suara di bawah 30 persen.

Didik Supriyanto dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) juga menyarankan pilkada satu putaran saja. ”Ini agar lebih sederhana dan lebih efisien,” katanya. Empat fraksi, yakni F-PDIP, F-Nasdem, F-Hanura, dan F-PD, tetap menginginkan ambang batas kemenangan calon kepala daerah. Pemenang pilkada adalah calon yang memperoleh suara minimal 30 persen. Jika tak ada calon yang memperoleh suara 30 persen, digelar pilkada putaran kedua.

Jadwal pilkada.  Seiring dengan revisi terbatas yang akan dilaksanakan oleh DPR terhadap UU tentang Penetapan Perppu No 1 Tahun 2014 tentang Pilkada, Komisi Pemilihan Umum juga mengajukan revisi terhadap sejumlah materi, di antaranya pelaksanaan pilkada serentak. KPU mengusulkan pilkada serentak digelar tahun 2016 dan 2017. Dalam UU Pilkada ditetapkan pilkada serentak dilaksanakan tahun 2015, 2018, dan 2020. ”Kami mengusulkan pilkada serentak pada 2016 dan 2017 saja. Hal ini dengan pertimbangan agar persiapannya lebih matang dan pelaksana tugas kepala daerah pun menjabat tidak terlalu lama, yakni rata-rata hanya setahun, hingga digelar siklus pemilu berikutnya, yakni tahun 2021,” kata komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah.

Dengan demikian, terkait akhir masa jabatan gubernur, bupati, dan wali kota pada tahun 2015, pilkadanya akan ditarik ke 2016 bersamaan dengan kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada tahun tersebut (total sekitar 304 daerah). Sementara bagi kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada 2017 dan 2018, pilkada akan dilaksanakan tahun 2017. Selanjutnya, bagi kepala daerah yang berakhir masa jabatannya pada 2019 dan 2020, pemilihan akan digelar pada 2021.

”Kepala daerah yang menjabat tahun 2017 memang akan terpotong setahun (total hanya 4 tahun) karena konsekuensi siklus pilkada serentak berikutnya ditetapkan tahun 2021, demikian seterusnya. Dengan demikian, pilkada serentak akan berlangsung di tengah pemilu nasional, yakni antara periode 2019 dan 2024. Jadi, setiap lima tahun nanti akan terjadi dua pemilihan, yakni pemilihan nasional (pemilihan Presiden, Wakil Presiden, DPR, DPRD, dan DPD) dan pilkada (pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota), dengan jarak waktu pelaksanaannya sekitar 2 tahun,” ujarnya. Hanta Yudha dari Pol-Tracking Institute mendukung usulan revisi siklus pemilu yang diajukan oleh KPU. ”Jika pilkada serentak digelar pada 2015, 2018, dan 2020, masa jabatan Plt terlalu lama, berkisar dua tahunan,” katanya. (SEM/NTA; sumber : kompas,2 Februari 2015)

No comments:

Post a Comment